Lahan perekebunan sawit di Indonesia saat ini mencapai lebih 11 juta hektar dengan total produksi lebih dari 30 juta ton CPO semestinya memiliki tata kelola ruang lahan yang baik. Tak heran jika isu tumpang tindih lahan ini kerap dijadikan kampanye negatif LSM baik dalam dan luar negeri. Padahal industri sawit yang telah menyerap kurang lebih sekitar 5,5 juta pekerja yang ada di sekitar lahan sawit.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan, Indonesia masih sangat tertinggal dengan negara lain terkait penataan ruang lahan kelapa sawit. Ketertinggalan tersebut, menyebabkan terjadinya tumpang tindih lahan yang ada saat ini.
"Industri sawit masih menghadapi tantangan, misalnya produktivitas terkait umur plasma yang sebagian perlu diremajakan. Isu negatif seperti tidak ramah lingkungan, berkurangnya keanekaragaman hayati sampai keamanan pangan. Salah satu jawaban tersebut saya pikir adalah perbaikan tata ruang," tegasnya.
Untuk itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan segera mewujudkan peta tunggal atau one map policy terkait kebijakannya. Kebijakan peta tunggal itu sejalan dengan semangat reforma agraria yang menjadi program prioritas pemerintah. Dengan kebijakan itu, perkara sengketa lahan yang terjadi di masyarakat dapat segera diselesaikan dan tidak menjadi berlarut-larut.
Selain itu, pemerintah berjanji akan mempermudah pelaku usaha perkebunan kelapa sawit untuk mendapat kepastian hukum legalitas lahan. Konkretnya, pemerintah akan mempercepat pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) lahan kebun sawit menjadi hanya tiga bulan atau 90 hari.
"Pemerintah akan mempermudah izin usaha sawit menjadi hanya 90 hari," ujarnya.
Sofyan mengatakan, selama ini para petani sawit terganjal izin legalitas sehingga tidak bisa mengajukan pinjaman dana ke perbankan. Percepatan proses HGU akan mendorong petani kecil menjangkau sektor perbankan dan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sehingga harga sawit yang dihasilkan oleh petani semakin kompetitif.
Selain itu untuk mengurangi aksi spekulan tanah, pemerintah juga akan menerapkan pajak progresif pada tanah yang tidak dimanfaatkan (idle). Salah satu skema yang akan diterapkan yakni capital gain tax. Menurut Sofyan, pihaknya masih melakukan pembahasan secara detail dengan Kementerian Keuangan seperti apa teknis pengenaan skema pajaknya.
"Tujuannya pajak progresif itu untuk menghilangkan spekulasi di tanah yang tidak produktif," kata Sofyan, baru-baru ini di Jakarta.
Dijelaskan, harga tanah saat ini banyak yang mengalami kenaikan dan menimbulkan aksi spekulan, padahal tanah itu "menganggur" karena diabaikan oleh pemiliknya sehingga menjadi tidak produktif.
Selain itu, Sofyan berharap, masyarakat perkebunan segera memanfaatkan program amnesti pajak. Bila petani dan perusahaan mendeklarasikan lahan mereka ke kantor pajak, pemerintah akan mudah mendaftar luas lahan perkebunan di Indonesia.
Khusus perkebunan yang masuk di kawasan hutan akan disiapkan mekanisme tersendiri perihal penyelesaiannya. “Kami mendorong untuk mendaftar dulu, nanti kami akan lihat masuk kawasan hutan lindung atau tidak supaya jelas. Sebab, sekarang kan kami masih meraba-raba, walaupun kami sudah punya data-data juga,” katanya.
Sofyan menambahkan, bila masyarakat sudah mendeklarasikan harta mereka dan membayar pajak, pihaknya segera mengeluarkan sertifikat agar masyarakat memiliki kepastian hukum. Artinya, bukti pembayaran pajak itu menjadi dasar bagi petani dan perusahaan mendapatkan SHM atau HGU. Selain itu, masyarakat pemilik lahan perkebunan juga dapat menggunakan SHM itu untuk mendapatkan modal pinjaman dari perbankan.
Bagi lahan-lahan perkebunan yang bermasalah, lanjut dia, pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatasinya. Bila nantinya, secara fakta, lahan perkebunan itu ada di kawasan konservasi, ia berjanji akan memberikan jalan keluar agar masyarakat terbebas dari kriminalisasi.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Bambang menyebut, ada sekitar 1,7 juta hektar (ha) kebun kelapa sawit yang terindikasi bersinggungan dengan kawasan hutan.
Saat ini, pemerintah tengah melakukan verifikasi lahan perkebunan sawit itu. Terbuka kemungkinan lahan kelapa sawit yang sudah lama masuk di kawasan hutan lindung dikeluarkan dari peta kawasan hutan lindung, sehingga petani tetap bisa mengusahakan lahan sawit mereka dan mendapatkan sertifikat.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (Gapki) sepakat dengan imbauan ini. “Para pelaku industri, terutama pemilik perkebunan, pasti sadar bahwa program amnesti pajak perlu dimanfaatkan untuk kelancaran bisnis mereka,” ujarnya. *** SH
Industri Perkebunan Butuh Kepastian Lahan Tata Ruang Featured
Salah satu permasalahan yang dihadapi industri kelapa sawit sekarang ini adalah persoalan agraria dan tata ruang. Tak heran jika isu tumpang tindih lahan, kerap dijadikan kampanye negatif LSM, baik dalam dan luar negeri.