Penerapan AETS membuat negara anggota ITRC menahan jumlah ekspor sesuai dengan kuota yang telah diberikan. Sebesar 73% pasar dikuasai oleh negara anggota ITRC, membuat pelaksanaan AETS dinilai akan berhasil.
"Penerapan AETS 350.000 ton akan benar-benar secara efektif dilakukan hingga 31 Maret 2018," ujar Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Moenardji Soedargo, baru-baru ini, di Jakarta.
Berdasarkan kebijakan tersebut, kuota pembatasan ekspor akan dibagi kepada tiga negara anggota ITRC. Indonesia mendapat kuota pembatasan sebesar 95.190 ton. Selain Indonesia, ada Thailand dan Malaysia yang menjadi anggota ITRC. Thailand mendapat pembatasan sebesar 234.810 ton sementara Malaysia sebesar 20.000 ton.
Penerapan AETS dipastikan Moenardji dapat berjalan efektif dan mampu mengangkat harga karet. "Gapkindo mendukung sepenuhnya komitmen AETS ini dan yakin kebijakan ini akan mengembalikan harga karet ke jalur yang semestinya," kata dia.
Moenardji mengatakan, harga dapat naik lebih dari US$1,8 per kilogram (kg). Saat ini harga karet sebesar US$1,5 per kg.
Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan, Deny Wachyudi Kurnia menjelaskan, kesepakatan tersebut dihasilkan dalam pertemuan ITRC yang berlangsung di Bangkok, Thailand, Jumat, 22/12/2017. Pihaknya menyebut masih akan meminta dukungan Vietnam sebagai produsen besar karet lainnya yang baru saja bergabung ke dalam ITRC beberapa waktu lalu.
“Kita akan ke Vietnam nanti untuk minta dukungan. Sedang minta jadwal yang mereka siap terima kita di Hanoi,” ujarnya.
Berdasarkan data Bloomberg, harga karet sepanjang tahun ini terus mengalami penurunan terhitung sejak mencapai puncaknya di level 351,4 yen per kilogram (kg) pada Februari 2017. Pada awal Desember 2017, harga tertahan di posisi 203,5 yen/kg.
Seperti diketahui, ITRC beranggotakan tiga negara utama produsen karet, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Thailand merupakan negara produsen karet terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 4,1 juta ton.
Adapun, Indonesia berada di posisi kedua dengan output sebesar 3,1 juta ton, diikuti Malaysia di posisi ketiga dengan produksi per tahun 720.000 ton.
Skema AETS terakhir diterapkan pada Maret 2016 - Agustus 2016 untuk mengangkat harga karet global yang sempat jatuh hingga di bawah US$1 per kilogram. Skema tersebut diklaim berhasil mengerek harga sampai menembus level US$2 per kilogram.
AETS Tak Ganggu Produksi
Penerapan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) diakui tidak mengganggu target produksi PT Kirana Megatara (KMTR). "Target produksi KMTR tahun ini tidak berubah tetap 500.000 ton," ungkap Direktur KMTR, Daniel Tirta Kristiadi.
Penerapan AETS diakui Daniel, tidak mengubah produksi dan penjualan karet. Manajemen KMTR tidak akan mengalihkan penjualan ke pasar domestik.
AETS adalah mekanisme pengontrolan suplai karet oleh 3 negara penghasil karet (ITRC). Menurut Daniel, mekanisme ini dilakukan manakala harga karet dalam kondisi tertekan, sehingga diperlukan untuk mengurangi suplai karet. Penerapan tersebut diharapkan membuat harga karet akan naik kembali.
Secara alami, ujar Daniel, saat ini kondisi pasokan bahan baku karet menurun. Kondisi curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah sumber karet menyebabkan turunnya pasokan bahan baku karet.
Meski produksi turun, harga karet pun ikut mengalami penurunan. Kata Daniel, harga karet saat ini ada berada di bawah US$1,5 per kilogram. "Harga karet yang turun tentunya akan sangat membuat penghasilan petani karet turun," katanya lagi.
Implementasi AETS yang telah dilakukan 4 kali oleh ITRC dinilai Daniel cukup efektif mendongkrak harga karet di pasar internasional.
Naiknya harga karet ke depan diharapkan akan kembali meningkatkan penghasilan petani dan juga memberikan insentif kepada petani untuk menyadap pohon karet.
Selain instrumen AETS, produktivitas karet juga perlu ditingkatkan. Tahun ini, lanjut Daniel, KMTR sudah berinisiatif membantu petani dalam peremajaan kebun karet mitra petani. KMTR akan memberikan bibit dan pupuk untuk peremajaan seluas 500 hektar (ha) di wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung. SH ( Sumber: http://majalahhortus.com )