Ketua Umum DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, pelaksanaan lelang berpengaruh pada inefisiensi bagi industri karena sebelumnya terdapat kontrak antara pengguna dan produsen gula kristal rafinasi. "Perubahan tata niaga tersebut berdampak besar bagi industri pengguna," kata Hariyadi, di Jakarta, baru-baru ini.
Dengan kontrak atau perjanjian, penggunaan GKR dapat dimonitor, sehingga tidak terjadi rembesan gula. Soalnya, saat pembuatan kontrak telah dicantumkan kebutuhan GKR dan penggunannya.
Berdasarkan hal tersebut, Apindo menolak pelaksanaan lelang GKR. Guna memperbaiki produktivitas, menurut dia, perlu perbaikan di hulu.
Sebelumnya penerapan lelang GKR mengalami dua kali penundaan. Penerapan lelang GKR pertama tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16 Tahun 2017.
Perubahan terakhir terdapat pada Permendag No. 73 Tahun 2017, yang merevisi waktu pelaksanaan lelang GKR menjadi 15 Januari 2018.
Apalagi tahun depan, kebutuhan gula rafinasi diperkirakan akan semakin besar. Peningkatan kebutuhan gula rafinasi tersebut seiring dengan pertumbuhan industri pengguna gula rafinasi, seperti makanan dan minuman yang mencapai 8%.
Hal yang sama juga disuarakan Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardhana. Kata dia, akan ada potensi korupsi dan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dalam kebijakan ini.
Pasalnya, Kementerian Perdagangan menunjuk pihak ketiga, yakni PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai penyelenggara lelang.
Menggunakan pasal 4 ayat 2 dan pasal 5 dalam Permendag 16/2017, pemerintah dianggap menyalahi aturan. "PKJ tidak memiliki syarat pengalaman dalam penyelenggaraan lelang," kata Danang dalam diskusi kebijakan publik di Jakarta, baru-baru ini.
Sebab, Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 mengamanatkan agar setiap pengadaan barang dan jasa memutuskan calon pemenang memiliki pengalaman dalam penyelenggaraan barang dan jasa sesuai kebutuhan, tidak hanya tentang keahlian. PKJ sendiri terbilang baru dalam hal perniagaan gula rafinasi.
Menurut Danang, sistem lelang membuat pengusaha sulit mendapat kepastian pasokan. Sebab, dengan mekanisme lelang, mendapat hak yang sama sebagai pembeli. "Semua level pengguna gula rafinasi dari pasar sampai produsen sebesar Coca-Cola wajib membeli dari pasar lelang," ujarnya.
Danang mengungkapkan, sikap Kementerian Perdagangan tidak sesuai dengan kemauan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan kemudahan berusaha bagi pelaku industri. Aturan pun hanya akan menambahkan kerumitan dalam tata niaga.
Ahli Hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Ibnu Sina Chandranegara menyatakan, Keputusan Presiden No. 57 Tahun 2004 menetapkan gula sebagai barang dalam pengawasan. Namun, hal itu tak berarti tata niaga gula sepenuhnya diatur oleh negara. "Sehingga Permendag gula rafinasi tidak punya pijakan legal yang tepat," tukasnya.
Sementara, aturan lelang gula rafinasi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 16 Tahun 2017 sendiri telah diperbaharui sampai Permendag No. 40 Tahun 2017 dan Permendag No. 73 Tahun 2017. Perubahan regulasi dalam waktu singkat ini dinilainya sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menambahkan, penyelenggaraan lelang gula rafinasi hanya akan memperpanjang mata rantai distribusi. Rantai pasokan yang semakin panjang pun berpotensi meningkatkan biaya transaksi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016 menyebutkan, rata-rata margin perdagangan dan pengangkutan gula meningkatkan biaya sebesar 9,25%. Paling rendah di Sumatera Utara 3,34% dan tertinggi di Jawa Barat yang mencapai 17,91%.
Enny menjelaskan kebijakan lelang gula rafinasi tidak akan menambah kesederhanaan rantai pasok. "Efisiensi seharusnya dilakukan di hulu, minimal lewat pabrik dengan memonitor pola distribusi dengan instrumen yang lebih efisien," katanya.
Namun, Direktur PKJ Jansen Tri Utama membantah bahwa terjadi sistem penyelenggaraan yang rumit. Ia menjelaskan PKJ telah melakukan lebih dari 100 transaksi riil untuk proses percobaan kepada Industri Kecil Menengah (IKM), Koperasi, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
PKJ juga masih melaksanakan sosialisasi ke seluruh provinsi di Indonesia hingga akhir 2017. "Kami sebagai penyelenggara lelang siap melaksanakan amanat dari pemerintah," kata Jansen saat dihubungi Katadata.
Dari 100 transaksi lebih, tercatat PKJ sudah mengakomodasi penjualan hampir 2 ribu ton kepada konsumen. Jansen juga menekankan para pembeli banyak yang memberikan saran terkait hal-hal teknis untuk membuat sistem lelang jadi lebih baik lagi.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi menjelaskan, biaya transaksi sebesar Rp 85 ribu per ton hanya akan dibebankan kepada penjual, yakni 11 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI).
Dalam masa percobaan, Bachrul menekankan belum ada laporan dari pengusaha terhadap kritik negatif seperti yang beredar di masyarakat. Ia mengungkapkan, pemerintah terus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait kebijakan ini.
Kementerian Perdagangan juga menunggu Perpres yang sedang dirumuskan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Akan keluar Permendag baru mengenai biaya," ujar Bachrul. *** SH ( sumber: http://majalahhortus.com )