Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Pieter Jasman, baru-baru ini, di Jakarta. Menurut Pieter, faktor cuaca yang baik menjadi penyebab utama. Dengan kenaikan produksi kakao sebesar 10%, dia optimis pasokan biji kakao untuk kebutuhan industri dapat meningkat.
Rata-rata kebutuhan kakao untuk industri sekitar 800.000 ton per bulan. "Jika kita lihat tahun 2015 terjadi El Nino, tahun 2016 terjadi La Nina dan 2017 terlalu banyak hujan sehingga produksi kakao turun. Biasanya setelah tiga tahun produksi turun, setelah itu produksi akan naik," kata Pieter.
Imbasnya, kebutuhan industri yang besar ini tidak dapat dipenuhi dari hasil produksi kakao dalam negeri. Oleh karena itu, sebagian besar bahan baku kakao masih diimpor. Hingga kuartal III-2017 impor biji kakao meningkat hingga 303% menjadi 162.924 ton dari sebelumnya 40.424 ton.
“Produksi kakao nasional terus menurun sedangkan permintaan industri besar, maka nilai impor kakao terus naik setiap tahun,” ujar dia. Pieter berharap adanya bantuan dari pemerintah dapat mendorong peningkatan produktivitas kakao. Apalagi, menurutnya, hal krusial yang harus dilakukan adalah peremajaan tanaman yang sudah tua serta merevitalisasi tanaman yang terkena hama penggerek buah kakao (PBK).
Selain peningkatan produksi biji kakao, AIKI juga memproyeksi permintaan produk olahan kakao pada tahun ini tumbuh dalam kisaran 10% hingga 20%. Menurut Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif AIKI, peningkatan permintaan produk olahan kakao didorong oleh penurunan harga biji kakao yang saat ini sudah terkoreksi cukup banyak hingga ke level US$1.900 per ton.
“Kondisi ini mendorong permintaan naik, baik lokal maupun ekspor, karena harga yang rendah biasanya akan mendorong peningkatan konsumsi,” ujar Sindra.
Selain itu, Sindra menuturkan kondisi iklim di Amerika dan Eropa juga tengah menghadapi musim dingin dengan suhu yang sangat rendah, sehingga menyebabkan konsumsi cokelat meningkat pesat.
Secara umum, industri pengolahan kakao di Indonesia lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor dengan porsi 80% dan 20% sisanya untuk pasar lokal. Produk cokelat nasional banyak dikirim ke Amerika, Eropa, dan Asia berupa cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder.
Hingga kini, lanjut Sindra, kapasitas terpasang seluruh pabrikan pengolah kakao sebesar 800.000 ton per tahun dengan tingkat utilisasi sekitar 50%. Sebagian kebutuhan industri pengolahan biji kakao, kata Sindra, masih dipenuhi oleh impor, sedangkan produksi biji kakao dalam negeri berkisar 300.000 ton per tahun.
Sindra memperkirakan impor biji kakao pada tahun lalu mencapai 220.000 ton dan menjadi rekor impor biji kakao terbesar dalam sejarah Indonesia. “Kondisi ini semestinya menjadi perhatian serius pemerintah, terutama Kementerian Pertanian, karena produksi kakao Indonesia dalam 10 tahun terakhir terus menurun dari 600.000 ton menjadi 300.000 ton,” pungkasnya. ***SH
AIKI Prediksi Produksi Kakao Naik Minimal 10% Featured
Produksi kakao tahun ini diperkirakan akan naik minimal 10% dibandingkan tahun lalu, dikarenakan kondisi cuaca tahun 2018 yang diramal lebih baik dari tiga tahun terakhir. Diperkirakan tahun ini produksi kakao bakal mencapai lebih dari 352.000 ton atau naik minimal 10% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 230.000 ton.