Hal tersebut disampaikan Muhammad Anas, Direktur Perbenihan Perkebunan Kementerian Pertanian. Menurutnya, peredaran benih sawit palsu sudah sangat mengkhawatirkan, karena akan mempengaruhi produktivitas perkebunan sawit yang akan datang.
Yang dirugikan bukan hanya petani tetapi industri pengolahan, karena rendemen minyaknya rendah. Untuk itu dalam penegakan hukum akan melibatkan berbagai instansi pemerintah terkait lainnya.
“Proses penegakan hukum akan melibatkan aparat keamanan lain seperti polisi dan TNI. Itu sudah banyak yang diproses. Kami juga memperkuat tim pengawasan dari unsur penyidik PNS melalui kegiatan pelatihan untuk mencegah peredaran benih palsu,” kata Anas.
Menurut dia, pihak Direktorat Jenderal Perkebunan sudah memperketat peredaran dan pengawasan benih ilegal di perkebunan sawit. Pihaknya aktif menyosialisasikan benih unggul bersertifikat supaya produksi sawit bisa lebih baik.
Saat ini, peredaran benih sawit palsu sudah mengkhawatirkan karena dijual door to door ke rumah petani sawit. Bahkan, benih sawit juga bebas dijual di situs jual beli online tanpa izin produsen benih resmi.
Edy Suprianto, General Manager Satuan Usaha Strategis Bahani Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), menjelaskan bahwa saat ini peredaran benih sawit palsu lebih marak karena mudah diperoleh petani dan harganya lebih murah.
Berdasarkan survei PPKS, disebutkan Edy, bahwa ada sejumlah alasan petani membeli benih palsu karena 37% ditipu, 14% murah, 20% tidak tahu cara membeli, 12% rumitnya syarat pembelian benih legal, 10% petani tidak tahu tempat pembelian benih resmi, dan 4% jauhnya lokasi kantor produsen jauh dan tidak paham keunggulan benih legal bersertifikat.
Edy menambahkan, penangkar benih tidak resmi juga memalsukan kemasan dan data benih bersertifikat yang telah diperdagangkan melalui situs jual beli online. Kendati produsen mengetahui benih yang dijual adalah benih palsu tetapi proses penegakan hukum harus berdasarkan delik aduan.
“Kami harus membuat delik aduan supaya mereka (penjual benih palsu) dapat diproses, tapi itu kan berarti kami perlu mengalokasikan waktu,” jelasnya.
Sebelumnya pada akhir November 2017, Menteri Pertanian menginstruksikan untuk menangkap pengedar benih sawit palsu di Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pasalnya, penggunaan benih ini jelas merugikan petani.
Benih kelapa sawit tanpa label/ sertifikat atau dikenal sebagai benih sawit palsu (ilegitim) hingga kini masih beredar luas di sentra-sentra perkebunan rakyat yang memang sulit dipantau distribusinya. Diduga secara nasional, pertanaman kelapa sawit sebanyak 20-25% berasal dari benih palsu.
Guna mengenali benih sawit palsu bisa dengan cara mencermati tingkat pertumbuhan kecambah yang rendah, kurang dari 85%, pertumbuhan benih terhambat, persentase bibit abnormal lebih tinggi, ukuran benih tidak seragam, serta harga benih lebih rnurah dari harga benih bersertifikasi.
Tanaman sawit yang berasal dari benih palsu akan memasuki usia produktif (panen) lebih lambat ketimbang bersumber dari benih unggul. Begitu pula produktivitas TBS terbilang rendah, yakni di bawah 20 ton/ha/tahun. Produksi TBS dan kandungan minyak maksimal hanya 50% dari produksi benih unggul bersertifikat.
Hasil tanaman dari benih palsu juga tidak saja merugikan petani. Misalnya, merusak peralatan pabrik karena mengolah biji sawit bercangkang tebal, merusak produsen yang benihnya dipalsukan, serta menurunkan tingkat produktivitas dan daya saing industri/ perdagangan sawit nasional.
Dengan kata lain, asli tidaknya benih sawit tidak bisa dikenali dari penampilan benih, tapi dapat dinilai setelah benih ditanam dan mulai berbuah. Makanya, cara paling praktis agar Anda tidak tertipu benih sawit palsu, datanglah ke sumber atau kios produsen benih unggul kelapa sawit yang ditunjuk pemerintah dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian.
Ciri-ciri fisiknya benih palsu adalah, pertama, tempurung benih lebih tipis, lantaran berasal dari pohon Tenera di kebun produktif. Kedua, permukaan biji kasar dan kotor, disebabkan proses yang sembarangan sehingga masih banyak serabut melekat di biji.
Kemudian yang ketiga, cangkang sulit dideteksi, karena belakangan ini benih diambil dari sisa-sisa indukan Dura. Dan yang keempat, tanpa merek produsen. Harga murah, serta tanpa dilengkapi sertifikat benih. *** sumber: majalahhortus.com